Selasa, 08 Desember 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Perkembangan industri konstruksi semakin berkembang pesat.Perkembangan ini diikuti olehpenemuan-penemuan inovasi bahan bangunan.Untuk mendukung pembangan teknologi konstruksi yang semakin maju diperlukan material/ bahan bangunan yang bermutu dan berkualitas tinggi.Oleh karena itu perlu pengetahuan tentang jenis dan karakteristik dari material/bahan konstruksi.Bahan-bahan bangunan utama yang memikul beban dan biasa digunakan pada konstruksi adalah beton.Untuk menghasilkan beton yang baik dan mempunyai kekuatan sesuai persyaratan konstruksi diperlukan pengetahuan tentang bahan-bahan penyusun beton.Bahan-bahan penyusun beton terdiri dari agregat, bahan perekat dan air.Perkembangan akhir-akhir ini penggunaan admixture/bahan tambah untuk memperbaiki sifat beton semakin umum digunakan. Buku ini menguaraikan tentang batu alam sebagai dasar untuk mempelajari agregat, agregat, bahan perekat, air dan admixture. Adapun standar-standar yang digunakan untuk pengujian bahan, syarat mutu bahan digunakan standar Indonesia terdiri dari : SII, SNI, SK-SNI, PKKI dan Peraturan Bahan Bangunan Indonesia. Sedangkan peraturan asing yang digunakan adalah ACI, ASTM dan British Standard tentang bahan bangunan.
1.2              Tujuan
adapun tujuandari kegiatan praktek uji bahan ini adalah mahasiswa diharapkan dapat :
·         Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pekerjaan beton
·         Menganalisa kebutuhan bahan sesuai dengan volume bangunan
·         Mengetahui peralatan sesuai dengan fungsinya
·         Mengetahui teknik pelaksanaan pekerjaan beton dengan benar
·         Mengatasi permasalahan yang ditemui di  lapangan

1.3              Waktu dan tempat praktek
pada praktek uji bahan 1, dilaksanakan di Laboratorium Teknik Sipil Dan Perencanaan yang dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2015 - 04 April 2015.
1.4              Materi praktek
Materi praktek yang diadakan ada 10, yaitu:
Ø uji kadar air agregat
Ø uji berat jenis dan penyerapan
Ø uji berat isi
Ø uji analisa ayak
Ø uji perancangan beton
Ø uji slump beton
Ø uji berat isi beton
Ø ujikuat tekan beton
Ø uji keausan
Ø uji hammer test
















BAB 2
DASAR TEORI
2.1       AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar.Agregat menempati sebanyak kurang lebih 70 % dari volume beton atau mortar.Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi sifat-sifat beton yang dihasilkan.
Klasifikasi agregat
Berdasarkan asalnya, agregat digolongkan menjadi :
a. Agregat alam
Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau penghancurannya. Jenis batuan yang baik digunakan untuk agregat harus keras, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat alam terdiri dari : (1) kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari batuan induknya. Biasanya ditemukan di sekitar sungai atau di daratan.Agregat beton alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf.Bentukya bulat tetapi biasanya banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat.Oleh karena itu jika digunakan untuk beton harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. (2) Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah dengan ukuran tertentu.

b. Agregat Buatan
Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karenakekurangan agregat alam.Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah: Klinker dan breeze yang berasal dari limbahpembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca= Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisapembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar padatungku putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertical padasuhu tinggi.
Berdasarkan berat jenisnya, agregat digolongkan menjadi :
a. Agregat berat : agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8. Biasanya digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X.Contoh agregat berat : Magnetit, butiran besi
b. AgregatNormal : agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70.Beton dengan agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuattekan 15 MPa – 40 MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batupecah (berasal dari alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan).
c. Agregat ringan : agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0.Biasanya digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batuapung, asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembungudara, perlit yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll(buatan).
Berdasarkan Ukuran Butirannya :
Batu → agregat yang mempunyai besar butiran > 40 mm
Kerikil → agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm
Pasir → agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm
Debu (silt) → agregat yang mempunyai besar butiran < 0,15 mm
Fungsi agregat di dalam beton adalah untuk :
Menghemat penggunaan semen Portland, Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton, Mengurangi penyusustan pada beton, Menghasilkan beton yang padat bila gradasinya baik.
Penambangan dan pengolahan agregat
Teknik penambangan agregat disesuaikan dengan jenis endapan, produksiyang diinginkan dan rencana pemanfaatannya.
a. Endapan agregat kuarter/resen
Pada jenis endapan ini, tanah penutup belum terbentuk.Endapan didapatkan disepanjang alur sungai.Keadaan endapannya masih lepas sehingga teknikpenambangan permukaan dapat dilakukan dengan alat sederhana seperti sekopdan cangkul.Hasil yg diperoleh diangkut dengan truk untuk dipasarkan.Teknik penambangan ini menghasilkan produksi agregat yang sangat terbatas.Apabila diinginkan produksi dalam jumlah banyak, makapenggalian/pengambilan dilakukan dengan showel dan backhoe.Pemilahanbesar butir (untuk memisahkan ukuran pasir dan kerikil) dilakukan secarasemi mekanis dengan saringan pasir.Hasil yang sudah dipisahkan kemudiandiangkut dengan truk ungkit dengan showel ke tempat penimbunan di luar alursungai.Teknik penambangan ini dapat dijumpai di sepanjang Sungai BoyongGunung Merapi dan Sungai Cikunir Gunung Galunggung.
b. Endapan agregat yang telah membentuk formasi
Tipe endapan ini telah tertutup oleh tanah/soil. Pekerjaan awal dilakukan dengan land clearing/pembersihan tanah penutup. Endapan agregat jenis ini biasanya sudah agak keras dan tercampur dengan lumpur/lempung dan zat-zat organic lain. Untuk mendapatkan agregat yang bersih dari lempung dan zat organic, system penambangan dilakukan dengan cara menggunakan pompa tekan/pompa semprot bertekanan tinggi dan dilakukan pencucian.Model penambangan seperti ini dilakukan di daerah desa Lebak Mekar, kab. Cirebondan di lereng G. Muria Kab.Kudus.
c. Produksi Agregat Dari Batu Pecah
Agregat batu pecah diproduksi dari bongkahan-bongkahan batuan hasil peledakan (biasanya batuan andesit dan basalt), kemudian dipecah lagi dengan palu atau alat mekanis (breaker/crusher) untuk disesuaikan ukurannya dengan kebutuhan konsumen.Secara umum, kegiatan pembuatan agregat batu pecah terdiri dari peremukan, pengayakan dan pengangkutan.Hasil dari pengolahan ini berupa batu pecah dengan ukuran ≤ 10 mm, 10 – 20 mm, 20 – 30 mm, 30 – 50 mm, 50 – 75 mm.







proses pembuatan agregat batu pecah
Peremukan Pertama ( 7 inci)
Pengayakan (Ayakan Getar)
Tempat penimbunan
-lolos saringan 2,5 inci
-tak lolos saringan 2,5 inci
Peremukan Kedua (1-2 inci)
Pengayakan
Lolos saringan ¾ inci                                                              TidakLolossaringan ¾inci
Tempat penimbunan                                                                            Peremukan ketiga
Split (peremuk Barmac)
Pengayakan
-lolos saringan 3/8 inci
-tak lolos saringan 1/2 inci
Tempat penimbunan

Penimbunan dan penyimpanan agregat
Penimbunan agregat di lapangan, harus diberi alas agar tidak bercampur dengan tanah dan Lumpur. Di atasnya ditutup dengan terpal agar terhindar dari hujan, karena agregat yang terlalu basah akan sulit untuk menentukan kadar air semennya pada waktu membuat adukan. Penimbunan pasir harus lebih tinggi dari permukaan tanah agar terhindar dari aliran air ketika hujan.Penumpukan pasir hendaknya sedekat mungkin dengan lokasi pekerjaan agar lebih mudah mengambilnya.
Sifat-sifat fisik dan pengujian agregat
Sifat – sifat agregat yang mempengaruhi mutu beton terdiri dari :
a. Bentuk butiran dan keadaan permukaan. Butiran agregat biasanya berbentuk bulat ( agregat yang berasal dari sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, ada yang berbentuk pipih dan lonjong. Bentuk butiran berpengaruh pada :
* luas permukaan agregat
* Jumlah air pengaduk pada beton
* Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada beton
* Kelecakan (workability)
* Kekuatan beton
Keadaan permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregatdengan semen.
Permukaan kasar → ikatannya kuat
Permukaan licin → ikatannya lemah
b. Kekuatan Agregat
o Kekuatan Agregat adalah Kemampuan agregat untuk menahan beban dari luar.
o Kemampuan agregat meliputi : kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan elastisitas. Yang paling dominant dan diperhatikan adalah kekuatan tekan dan elastisitas.
o Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh :
- jenis batuannya
- susunan mineral agregat
- struktur/kristal butiran
- porositas
- ikatan antar butiran
o Pengujian kekuatan agregat meliputi :
- Pengujian kuat tekan
- Pengujian kekerasan agregat dengan goresan batang tembaga atau bejana Rudellof
- Pengujian keausan dengan mesin aus LOS ANGELES.
c. Berat jenis agregat
Berat jenis adalah perbandingan berat suatu benda dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung oleh : jenis batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan.
Berat jenis agregat ada 3, yaitu : (1) berat jenis SSD, yaitu berat jenis agregat dalam kondisi jenuh kering permukaan, (2) Berat jenis semu, berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat dalam keadaan kering, (3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat.
d. Bobot Isi (Bulk Density)
Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume benda tersebut.Bobot isi ada dua : bobot isi padat dan gembur. Bobot isi agregat pada beton berguna untuk klasifikasi perhitungan perencanaan campuran beton.
e. Porositas, kadar air dan daya serap air
Adalah jumlah kadar pori-pori yang ada pada agregat, baik pori-pori yang dapat tembus air maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume agregat. Porositas agregat erat hubungannya dengan : BJ agregat, daya serap air, sifat kedap air dan modulus elastisitas. Kadar air agregat adalah banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada 4 jenis kadar air dalam agregat, yaitu : (1) kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar kering tanpa air. (2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap air. (3) jenuh Kering Permukaan (saturated surfacedry = SSD), dimana agregat yang pada permukaannya tidak terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air. Pada kondisi ini air yang terdapat dalam agregat tidak menambah atau mengurangi jumlah air yang terdapat dalam adukan beton. (4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan jumlah air pada adukan beton.
 




Kering tungku        Kering udara                    SSD                 Basah

Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai dalam keadaan jenuh.Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh dan dinyatakan dalam %.Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan kualitas beton dan jumlah air yang dibutuhkan pada beton.
f. Sifat Kekal Agregat Adalah : kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volumenya yang berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik. Penyebab perubahan fisik : adanya perubahan cuaca dari panas-dingin, beku-cair, basah-kering. Akibat fisik yang ditimbulkan pada beton adalah : kerutan-kerutan stempat, retak-retak pada permukaan beton, pecah pada beton yang dapat membahayakan konstruksi secara keseluruhan. Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh : adanya sifat porous pada agregat dan adanya lempung/tanah liat.
g. Reaksi Alkali AgregatAdalah : reaksi antara alkali (Na2O, K2O) yang terdapat pada semen dengan silika aktif yang terkandung dalam agregat. Reaksi alkali hidroksida dengan silika aktif pada agregat akan membentuk alkali-silika gelembung di permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat air yg selanjutnya volume gelembung akan mengembang, pada beton akan timbul retak-retak. Pada konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air (basah) perlu diperhatikan reaksi alkali agregat yang aktif.
h. Sifat Termal Meliputi : Koefisien pengembangan linier, panas jenis dan daya hantar panas.Pengembangan linier pada agregat sebagai pertimbangan pada konstruksi beton dengan kondisi suhu yang berubah-ubah. Sebaiknya koef.Pengembangan linier agregat sama dengan semen. Panas jenis dan daya hantar panas sebagai pertimbangan pada beton untuk isolasi panas.
i. Gradasi Agregat Pada beton, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan beton segar, ekonomis dan karakteristik kekuatan beton.
Syarat agregat menurut SII, ASTM dan SK SNI
Syarat Mutu Agregat Untuk Beton
Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F
a. Agregat Halus (pasir):
1) Butirannya tajam, kuat dan keras
2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :
a) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %
b) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %
4) Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 5 %. Apabila lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci.
5) Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu beton. Bila direndam dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.
6) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat
b) sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat
c) sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 % dari berat
7) Tidak boleh mengandung garam
b. Agregat Kasar (Kerikil) :
1) Butirannya tajam, kuat dan keras
2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :
a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %
4) Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 % maka kerikil harus dicuci.
5) Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak beton.
6) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat
b. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat
c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan min 10 % dari berat.
7) Tidak boleh mengandung garam.
Syarat Mutu Agregat Menurut SII 0052-80
a. Agregat Halus
1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80.
2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 %
3) Kadar zat organic ditentukan dengan larutan Na-Sulfat 3 %, jika dibandingkan warna standar tidak lebih tua daripada warna standar.
4) Kekerasan butir jika dibandingkan dengan kekerasan butir pasir pembanding yang berasal dari pasir kwarsa Bangka memberikan angka hasil bagi tidak lebih dari 2,20.
5) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :
a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %.
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %.
b. Agregat Kasar
1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0 – 7,10.
2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 1 %.
3) Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak 5 %.
4) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :
a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 12 %.
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 18 %.
5) Tidak bersifat reaktif alkali, jika di dalam beton dengan agregat ini menggunakan semen yang kadar alkali sebagi Na2O lebih besar dari 0,6 %.
6) Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari 20 % berat.
7) Kekerasan butir ditentukan dengan bejana Rudellof dan dengan bejana Los Angeles adalah sebagai berikut: (table hal 21)

Tabel 2.1. Persyaratan Kekerasan Agregat Untuk Beton
Kelas dan Mutu Beton
Kekerasan dg bejana Rudellof,
bg. Hancur menembus ayakan
2 mm, mak , %
Kekerasan dg
bejana geser Los
Angeles, bag
hancur
menembus
ayakan 1,7 mm,
mak, %
Fraksi Butir
19-30 mm
Fraksi Butir
9,5-19 mm
Beton kelas I
22 - 30
24 – 32
40 - 50
Beton kelas II
14 - 22
16 – 24
27 - 40
Beton kelas III/beton
pratekan
kurang dari 14
kurang dari 16
kurang dari 27

Syarat Mutu Agregat Menurut ASTM C33-86
a. Agregat Halus
1) Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no 200), dalam % berat, mak :
- Untuk beton yg mengalami abrasi : 3,0
- Untuk jenis beton lainnya : 5,0
2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak 3,0%.
3) Kandungan arang dan lignit :
- Bila tampak, permukaan beton dipandang penting kandungan mak 0,5 %.
- Untuk beton jenis lainnya 1,0 %.
4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan beton. Bila diuji dengan larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan dengan warna standar, tidak lebih tua dari warna standar. Jika warna lebih tua maka agregat halus itu harus ditolak, kecuali apabila :
a. Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang lignit atau yg sejenisnya.
b. Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan kuat tekan mortar yg memakai agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yang memakai pasir standar silika, menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari 95 % kuat tekan mortar memakai pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus dilakukan sesuai dengan cara ASTM C87.
5) Agregat halus yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut.
6) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :
a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %.
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %.
7) Susunan besar butir (gradasi). Agregat halus harus mempunyai susunan besar butir dalam batas-batas sebagai berikut :

Tabel 2.2. Syarat Gradasi Agregat Halus Menurut ASTM
Ukuran Lubang Ayakan (mm)
Prosentase Lolos Komulatif (%)
9,5
100
4,75
95-100
2,36
80-100
1,18
50-85
0,60
25-60
0,30
10-30
0,15
2-10

agregat halus tidak boleh lebih mengandung bagian yang lolos lebih dari 45 % pada suatu ukuran ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak kurang dari 2,3 dan tidak lebih dari 3,1.
b. Agregat Kasar
1) Agregat kasar yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. Syarat yang lain untuk agregat kasar seperti pada SII.
Pengujian sifat-sifat agregat
Cara-cara memeriksa sifat-sifat pasir :
a. Untuk mengetahui kandungan tanah liat/Lumpur pada pasir dilakukan dengan cara meremas atau menggenggam pasir dengan tangan. Bila pasir masih terlihat bergumpal dan kotoran tertempel di tangan, berarti pasir banyak mengandung Lumpur.
b. Kandungan Lumpur dapat pula dilakukan dengan mengisi gelas dengan air, kemudian masukkan sedikit pasir ke dalam gelas. Setelah diaduk dan didiamkan beberapa saat maka bila pasir mengandung Lumpur, Lumpur akanterlihat mengendap di atasnya.
c. Pemeriksaan kandungan zat organic dilakukan dengan cara memasukkan pasir ke dalam larutan Natrium Hidroksida ( NaOH) 3 % . Setelah diaduk dan didiamkan selama 24 jam, warnanya dibandingkan dengan warna pembanding.
d. Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh garam Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat. Untuk memeriksa agregat kasar ,kerikil alam dan batu pecah dilakukan sama seperti pengujian pada pasir ditambah dengan pemeriksaan kekerasan dan ketahanan aus.
a) Pemeriksaan Kekerasan kerikil dilakukan dengan bejana Rudellof, bagian yang hancur ( tembusayakan 2 mm) tidak boleh lebih dari 32 %
b) Pemeriksaan ketahanan aus dilakukan dengan mesin uji aus “ LOSANGELES”, bagian yang hancur tidak boleh lebih dari 50 %.
c) Pemeriksaan Berat Jenis dan Daya Serap Air Agregat kasar.Tujuan dari pemeriksaan BJ ini adalah untuk menentukan jumlah agregat (volume padat ) dalam suatu campuran beton. Pemeriksaan Berat jenis agregat dilakukan dengan cara :ambil 5 kg agregat kasar, kemudian cuci agregat untuk menghilangkan lumpur. Contoh agregat kemudian dikeringkan/dioven pada suhu 100°C – 110°C sampai mencapai berat tetap, kemudian dinginkan pada suhu kamar selama 1 – 3 jam dan ditimbang (A). Setelah dingin, contoh tadi direndam dalam air selama 24 jam. Selanjutnya contoh dikeluarkan dari dalam air rendaman kemudian dilap dengan kain sampai semua air yang melekat pada permukaan agregat tidak tampak lagi, usahakan agar tidak terjadi penguapan melalui pori-pori agregat (dalam kondisi SSD) Contoh uji ditimbang dalam kondisi jenuh permukaan kering (SSD = saturated surface dry condition) = B. Kemudian contoh uji ditimbang dalam air, sambil diusahakan tidak ada udara yang tersekap di dalamnya (C). Setelah ditimbang dalam air, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C – 110°C sampai beratnya tetap, kemudian timbang.
Berat jenis Bulk = A/B-C
Berat jenis SSD = B/B-C
Berat Jenis Semu =A/A-C
Daya Serap Air =B-A/A *100
A = Berat contoh kering oven
B = Berat contoh dalam kondisi SSD
C = berat dalam air.
Gradasi (susunan butiran) agregat kasar dan halus
Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat, baik agregat kasar maupun halus. Agregat yang mempunyai ukuran seragam (sama) akan menghasilkan volume pori antar butiran menjadi besar. Sebaliknya agregat yg mempunyai ukuran bervariasi mempunyai volume pori kecil, dimana butiran kecilmengisi pori diantara butiran besar sehingga pori-porinya menjadi sedikit (kemampatannya tinggi). Pada beton, dibutuhkan agregat yg mempunyai kemampatan tinggi sehingga volume porinya kecil, maka dibutuhkan bahan ikat sedikit ( bahan ikat mengisi pori diantara butiran agregat). Gradasi agregat akan mempengaruhi sifat-sifat beton, baik beton segar maupun beton kaku, yaitu :
a. Pada beton segar, gradasi agregat akan mempengaruhi kelecakan (workability), jumlah air pencampur, sifat kohesif, jumlah semen yang diperlukan, segregasi dan bleeding.
b. Pada beton kaku (beton keras), akanmempengaruhi kekuatan beton dan keawetannya (durabilitas). Untuk mengetahui gradasi agregat dilakukan dengan cara menggunakan hasil analisis pemeriksaan dengan menggunakan satu set ayakan. Ayakan dengan ukuran bukaan paling besar diletakkan paling atas dan yang paling halus diletakkan paling bawah sebelum pan.Ukuran bukaan ayakan/saringan disajikan pada Tabel 2.4.sebagai berikut :


Tabel 2.4 Ukuran Bukaan dan Ukuran Saringan dari Satu Set Ayakan (hal 28)
Ukuran Saringan

Bukaan (mm)
Ukuran Saringan
Bukaan (mm)
4 inci
100
3/8 inci
9,5
31/2 inci
90
No.4
4,75
3 inci
75
No.8
2,36
21/2 inci
63
No.16
1,18
2 inci
50
No.30
0,6
11/2 inci
37,5
No.50
0,3
1 inci
25
No.100
0,15
¾ inci
19
No. 200
0,075
1/2 inci
12,5



Ayakan standar yang biasa digunakan untuk agregat beton adalah satandar ASTM, British Standar (BS) dan ISO. Perbandingan ukuran ayakan dari ketiga standar tersebut adalah :
Tabel 2.5. Ukuran lubang Ayakan Standar ASTM, BS dan ISO(hal 29)
ASTM –E 11-70 (mm)
BS 410-1969 (mm)
ISO (mm)
152
150
128
76
75
64
38
37,5
32
19
20
16
9,5
10
8
4,75
5
4
2,36
2,36
2
1,18
1,18
1
0,60
0,60
0,50
0,30
0,30
0,25
0,15
0,15
0,125
0,075
0,075
0,062

Modulus Kehalusan Butir (Fineness Modulus = FM). Modulus kehalusan butir (angka kehalusan) adalah jumlah persen tertinggal komulatif pada tiap-tiap ayakan dari suatu seri ayakan yang ukuran lubangnya berbanding dua kali lipat, dimulai dari ayakan berukuran lubang 0,15 mm, dibagi 100. Makin besar nilai Modulus Halus Butir (MHB) suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya (semakin kasar). MHB pasir berkisar antara 1,50 – 3,8, kerikil sebesar 5,0 – 8,0. Sedangkan MHB dari campuran agregat halus dan kasar sebesar 5,0 – 6,0.
Syarat Gradasi Agregat Halus
Menurut British Standard (BS) memberikan syarat gradasi untuk pasir.Kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus (zone 4), agak halus (zone 3), agak kasar (zone 2) dan kasar (zone 1)

2.2. SEMEN PORTLAND
Semen Portland adalah bahan perekat hidrolis yaitu bahan perekat yang dapat mengeras bila bersenyawa dengan air dan berbentuk benda padat yang tidak larut dalam air.Semen hidrolis pada mulanya dibuat oleh Joseph Parker th 1796 dengan membakar batu kapur argilasius yaitu batu kapur yg mengandung ± 20 % oksida silica, alumina dan besi. Th 1824 Joseph Aspdin mempatenkan jenis semen yg dibuat dengan membakar batu kapur yang mengandung tanah liat dari pulau Portland di Dorset Inggris. Semen jenis inilah yang pertama membawa nama semen Portland. Tetapi dalam pembuatan semen ini pembakarannya tidak sampai berbentuk klinker (terak).Th 1845 Isaac Johnson menemukan semen modern dengan cara membakarbatu kapur dan tanah liat sampai berbentuk terak, kemudian menggiling terak tersebut sampai halus. Pada waktu itu untuk membakar dipergunakan tungku tegak sederhana.Th 1895 Murry dan Seamen dari Amerika menemukan tungku putar modern yang dipergunakan untuk produksi semen sampai saat ini.Di Indonesia, pabrik semen pertama kali didirikan di Indarung Sumbar th1911. Pada th 1955 pabrik semen Gresik mulai menggunakan tungku putar. Th. 1968 dibangun pabrik semen di Tonasa Ujung Pandang, Th 1970 di Cibinong, kemudian Baturaja, Andalas dan Kupang.


b. Bahan Baku
Semen Portland dibentuk dari oksida-oksida utama yaitu : Kapur (CaO), Silika (SiO2), Alumina ( Al2O3), Besi (Fe2O3). Bahan baku untuk memperoleh oksida-oksida tersebut adalah :
1. Batu kapur kalsium (CaCO3), setelah mengalami proses pembakaran menghasilkan kapor oksida (CaO).
2. Tanah liat yang mengandung oksida Silika (SiO2), Alumina ( Al2O3), Besi (Fe2O3).
3. Pasir kuarsa atau batu silica untuk menambah kekurangan SiO2.
4. Pasir besi untuk menambah kekurangan Fe2O3.
c. Proses Pembuatan Semen
Secara umum proses pembuatan semen adalah :
1. Penambangan bahan baku
2. Persiapan dan penyediaan bahan mentah/baku. Bahan baku hasil penambangan dipecah dengan mesin pemecah, digiling halus, dicampur merata dalam perbandingan tertentu yang telah dihitung sebelumnya dan dilakukan di mesin pencampur.
3. Pembakaran. Bahan baku dimasukkan ke dalam tungku pembakaran dan dibakar sampai suhu 1450°C sehingga berbentuk terak.
4. Penggilingan Terak dan penambahan Gips. Terak yang sudah dingin (suhu ± 90°) digiling halus bersama-sama dengan gips.
5. Pengepakan. Dalam proses pembuatan semen ada dua macam proses, yaitu : proses basah dan kering.
PROSES BASAH, dilakukan bila bahan-bahan yang diolah dalam bentuk lunak seperti batu kapur yang bercampur lempung. Prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Tanah liat dan air diaduk kemudian dibersikan di dalam bejana dipindahkan ke bejana lain dengan kadar air 35 – 50 %.
2. Batu kapur digiling di jaw dan roll crusher ditambah air kemudian diaduk dalam ballmill dengan kadar air 35 – 50 %.
3. Penambahan bahan-bahan koreksi bila dibutuhkan.
4. Semua bahan dicampur kemudian dimasukkan ke dalam tungku putar untuk dibakar, dimana pembakaran dilakukan secara bertahap yaitu :
o Pengeringan, suhu ±120°C.
o Pemanasan pendahuluan, suhu 120°C-850°C.
o Kalsinasi (penguraian kapur, kapur berubah susunan kimianya, karbondioksida keluar), 850°C-1100°C.
o Sintering (pelelehan), dimana pada suhu 1100°C-1450°C terjadi perpaduan diantara oksida oksida tersebut sehingga membentuk senyawa kalsiumsilikat dan kalsiumaluminat pada terak/klinker semen.
o Pendinginan terak, suhu 1450°C-1000°C.
5. Setelah dibakar maka terbentuklah klinker yang masih panas kemudian dari tungku dipindahkan ke tempat penyimpanan.
6. Di tempat ini klinker dibiarkan mendingin sampai mencapai suhu < 90°C.
7. Setelah itu ditimbun sampai mencapai suhu ruang.
8. Ditambahkan gips asli berbentuk kalsium sulfat hidrat (CaSO42H2O) sebanyak ± 2 – 4 % kemudian digiling bersama-sama klinker dalam ballmill.
9. Diayak dengan ayakan 75 mikron atau lebih halus lagi untuk semen mengeras cepat.
10. Ditempatkan dalam silo-silo penyimpanan.
11. Dikemas dalam kantong 50 kg.
12. Didistribusikan

PROSES KERING, dilakukan jika bahan bakunya berupa batuan yang keras atau lebih keras daripada batuan yang diolah pada proses basah. Prosesnya dilakukan sebagai berikut :
1. Bahan baku dipecah menjadi butiran agak halus lalu dikeringkan dalambejana-bejana pengering.
2. Bahan yang telah kering digiling halus menjadi tepung dan masing-masing bahan ini dipisahkan tersendiri, kemudian dicampur dalam perbandingan tertentu sesuai dengan perhitungan komposisi yang dikehendaki dan dicampur dalam mesin pencampur berputar.
3. Bahan berbentuk tepung ini dimasukkan dalam system pembakaran yang terdiri dari :
o Dilakukan pemanasan pendahuluan pada alat Pemanas pendahuluan berbentuk “cyclone preheater” atau yang lebih modern “suspension preheater”.
o Dilakukan kalsinasi pada alat kalsinator untuk menguraikan kapur menjadi kapur oksida pada suhu 900°C.
o Dibakar pada tungku putar yang jauh lebih pendek dari tungku pada proses basah sampai terjadi leburan bahan menjadi terak/klinker semen.
4. Setelah dibakar maka terbentuklah klinker yang masih panas kemudian dari tungku dipindahkan ke tempat penyimpanan.
5. Di tempat ini klinker dibiarkan mendingin sampai mencapai suhu < 90°C.
6. Setelah itu ditimbun sampai mencapai suhu ruang.
7. Ditambahkan gips asli berbentuk kalsium sulfat hidrat (CaSO42H2O) sebanyak ± 2 – 4 % kemudian digiling bersama-sama klinker dalam ballmill.
8. Diayak dengan ayakan 75 mikron atau lebih halus lagi untuk semen mengeras cepat.
9. Ditempatkan dalam silo-silo penyimpanan.
10. Dikemas dalam kantong 50 kg.
11. Didistribusikan
Tungku Putar berbentuk silinder terbuat dari baja tebal pada bagian luarnya, sedangkan pada bagian dalam dilapisi batu tahan api. Tungku dipasang miring 2-5°sehingga massa dalam tungku dapat mengalir. Tungku ini ditempatkan pada landasan roll sehingga dapat berputar.Kecepatan putaran ½ rpm. Bahan bakar umumnya batu bara tua (antrasit) atau minyak bakar.
d. Sifat Kimia Semen
Susunan oksida yang membentuk semen terdiri dari :
o CaO 60-67 %
o SiO2 17-25 %
o Al2O3 3-8 %
o Fe2O3 0,5-6 %
o MgO 0,1-4 %
o Alkali(K2O + Na2O) 0,2 – 1,3 %
o SO3 1-3 %
Setelah melalui proses pembakaran, oksida ini berubah menjadi senyawasenyawa yang membentuk semen. Senyawa semen terdiri dari :
a) Trikalsium silikat 3 CaO SiO2 disingkat C3S
b) Dikalsium silikat 2 CaO SiO2 disingkat C2S
c) Trikalsium aluminat3 CaO Al2O3 disingkat C3A
d) Tetrakalsium alumino forit 4CaOAl2O3Fe2O3 disingkat C4AF. C3S dan C2S merupakan senyawa utama yang dapat mengakibatkan bersifat semen (perekat).Jumlah kedua senyawa ini 70 – 80 %. Semen Portland dengan kadar C3S yg lebih tinggi dari pada kadar C2S pada umumnya mempunyai sifat mengeras lebih cepat. C3A dan C4AF merupakan senyawa bawaan dari bahan dasarnya.Kedua senyawa ini berfungsi sebagai pencair (fluk) pada waktu pembakaran sehingga pembentukan C2S dan C3S cukup dengan suhu 1300 - 1450°C.Senyawa C3A tidak mempunyai sifat semen.Senyawa ini bila terkena air segera bereaksi dan mengeluarkan panas kemudian hancur.Kadar C3A dalam semen maksimum 18 %.Bila lebih, maka semen mempunyai sifat tidak kekal bentuknya (mengembang) akibat panas yang terlalu tinggi pada waktu pengerasannya.Selain itu senyawa ini juga dapat dipengaruhi oleh senyawa sulfat (SO3), sehingga semen menjadi tidak tahan sulfat. Untuk semen tahan sulfat, ASTM mensyaratkan kadar senyawa ini mak 3 %. Untuk memperendah C3A, maka dalam pembuatannya ditambahkan bijih besi sehingga senyawa C4AF menjadi tinggi.Senyawa ini tidak membahayakan bagi semen, tetapi bila jumlahnya terlalu banyak akan memperlambat
pengerasan semen. Oksida atau senyawa lain yang tidak dikehendakai pada semen, yaitu :
1) Magnesium Oksida (MgO). Kadar MgO dalam semen mak 5 %, bila lebih dari nilai ini menyebabkan semen bersifat tidak kekal bentuknya (berubah bentuknya) karena volumenya mengembang setelah pengerasan terjadi.Perubahan bentuk ini terjadi setelah beberapa lama (sekian bulan atau tahun.Hal ini disebabkan oleh terjadinya reaksi antara MgO dan air membentuk magnesium hidroksida yang disertai dengan membesarnya volume. MgO + H2O → Mg(OH)2 + kalori.
2) Kapur bebas, yaitu kalsium oksida (CaO). Ini merupakan kelebihan kapur di dalam susunan bahan baku, yang setelah proses pembakaran tidak ikut membentuk senyawa semen. Kapur bebas yang tinggi (> 67 %) juga mengakibatkan bentuk yang tidak stabil pada semen setelah mengeras.CaO + H2O → Ca(OH)2 + kalori.
3) Alkali, yaitu Na2O dan K2O. Kadar alkali yang tinggi mempengaruhi kecepatan pengerasan semen. Bila dalam pembuatan beton dipakai batuan yang mengandung silica reaktif dan semennya mengandung alkali tinggi, maka akan terjadi reaksi kimia antara silica dan alkali membentuk senyawa alkali silikat yang higroskopis dan membesarnya volume dalam keadaan basah. Akibat reaksi ini mengakibatkan beton retak atau pecah.
e. Pengaruh Air Terhadap PC
o Jika air ditambahkan pada semen Portland, maka akan terbentuk jaringan serabut (gel) yang menyelubungi butir-butir semen yang lain. Di dalam gel ini terdapat : air pembentuk gel yang jumlahnya tertentu dan air bebas yangjumlahnya tergantung jumlah air pencampur pada PC.
o Senyawa C3s dan C2S pada semen bila bertemu dengan air akan membentuk gel sebagai senyawa kalsium silikat hidrat yang menghasilkan kristal-kristal kapur dan senyawa hasil hidrasi C3A dan C4AF.
o Bila air pencampur PC terlalu banyak, akibat adanya pengeringan maka air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap sehingga gel menjadi porous :
Gel menyusut banyak : terjadi retakan
Kekuatan gel rapuh : daya rekat semen rendah.

f. Proses Hidrasi (Pengerasan Semen)
o Jika semen dicampur dengan air dan diaduk merata akan mengeras dan membentuk benda padat dan mempunyai kekuatan tertentu.
o Semen dapat mengeras, memberi daya rekat dan mempunyai kekuatan disebabkan oleh terjadinya suatu proses hidrasi, yaitu proses bereaksinya senyawa semen dengan air membentuk senyawa hidrat.
o Dalam proses hidrasi, pembentukan senyawa hidrat yang dapat mengeras disertai dengan pelepasan panas (kalori). Ini disebut dengan panas hidrasi.Panas Hidrasi PCPanas hidrasi adalah panas yang terjadi ketika PC bereaksi dengan air.Pengeluaran panas tersebut tergantung dari : susunan senyawa PC, kehalusan butiran PC dan kecepatan reaksi antara butiran PC dengan Air. Urutan banyaknya panas yang dikeluarkan adalah : C3A, C3S, C4AF, C2S.
g. Sifat-Sifat Semen Portland
Sifat-sifat semen Portland sangat dipengaruhi oleh susunan senyawa dan oksida-oksida lain yang merupakan pengotoran.Untuk mengetahui sifat-sifat semen perlu dilakukan pengujian di laboratorium berdasarkan standar yang ada.Standar yang paling umum dianut di dunia adalah ASTM-C150, Standar british(BS-12), Standar Jerman (DIN). Untuk di Indonesia digunakan SII 0013-1977.
Sifat Kimia Semen Portland
o Di dalam tungku pada zona pembakaran (klinkering zone), urutan terbentuknya senyawa adalah :
1. C4AF
2. C3A
3. C2S Alpha, C2S betha. C2S betha + C2S alpha + CaO bebas terbentuk klinker menjadi abu.
4. C3S (suhu >1250°C. Banyaknya pembentukan C3S tergantung dari :banyaknya kapur, komposisi perbandingan dan suhu pembakaran tinggi dan stabil.
5. Klinker (gabungan senyawa-senyawa).
h. Jenis-jenis semen portland
Adanya perbedaan persentase senyawa kimia semen akan menyebabkan perbedaan sifat semen. Kandungan senyawa yang ada pada semen akanmembentuk karakter dan jenis semen. Dilihat dari susunan senyawanya, semen portlan dibagi dalam 5 jenis, yaitu :
1) Semen Type I, semen yang dalam penggunaannya tidak secara khusus (pemakaian secara umum). Biasanya digunakan pada bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaran khusus.
2) Type II, mengandung kadar C3A < 8 %. Semen yang dalam penggunaannyamemerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.Semen ini digunakan untuk bangunan dan konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air kotor, air tanah atau utnuk podasi yang tertanam di dalam tanah yang garam sulfat dan saluran air limbah atau bangunan yang berhubungan langsung dengan air rawa.
3) Type III, memiliki kadar C3S dan C3A yang tinggi dan butirannya digiling sangat halus sehingga cepat mengalami proses hidrasi. Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase setelah pengikatan terjadi. Biasanya digunakan pada bangunan-bangunan di daerah yang bertemperatur rendah (musim dingin).
4) Type IV, kadar C3S maksimum 35 % dan C3A maksimum 5 %. Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Digunakan pada pekerjaan beton dalam volume besar (beton massa) dan masif, misalnya bendungan, pondasi berukuran besar dll.
5) Type V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Biasanya digunakan pada bangunan-bangunan yang selalu berhubungan dengan air laut, saluran limbah industri, bangunan yang terpengaruh oleh uap kimia dan gas agresif serta untuk pondasi yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat tinggi.



2.3 AIR
Fungsi air di dalam adukan beton adalah untuk memicu proses kimiawi semen sebagai bahan perekat dan melumasi agregat agar mudah dikerjakan. Kualitas air yang digunakan untuk mencampur beton sangat berpengaruh terhadapkualitas beton itu sendiri. Air yang mengandung zat-zat kimia berbahaya, mengandung garam, minyak, dll akan menyebabkan kekuatan beton turun. Pada umumnya air yang dapat diminum dapat digunakan sebagai campuran beton.Semen dapat berfungsi sebagai perekat apabila ada reaksi dengan air. Oleh karena itu jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi semen harus cukup. Apabila terlalu banyak air yang ditambahkan pada beton maka akibat adanya pengeringan maka air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap sehingga gel menjadi porous, gel menyusut banyak dan terjadi retakan. Selain itu kekuatan gel juga rapuh yang mengakibatkan daya rekat semen rendah.Sebaliknya apabila jumlah air pencampur pada beton kurang maka proses hidrasi semen tidak dapat terjadi seluruhnya yang mengakibatkan kekuatan beton akanturun.
Jenis-jenis air untuk campuran beton
Pada umunya air yang dapat diminum dapat digunakan sebagai air pengaduk pada beton. Adapun jenis-jenis air yang dapat digunakan untuk air pengaduk beton adalah :
a. Air hujan, air hujan menyerap gas dan udara pada saat jatuh ke bumi. Biasanya ir hujan mengandung untur oksigen, nitrogen dan karbondioksida.
b. Air Tanah. Biasanya mengandung unsur kation dan anion.Selain itu juga kadang-kadang terdapat unsur CO2, H2S dan NH3.
c. Air permukaan, terdiri dari air sungai, air danau, air genangan dan airreservoir. Air sungai atau danau dapat digunakan sebagai air pencampur beton asal tidak tercemar limbah industri.Sedangkan air rawa atau air genangan yang mengandung zat-zat alkali tidak dapat digunakan.
d. Air laut. Air laut mengandung 30.000 – 36.000 mg/liter garam (3 % - 3,6 %) dapat digunakan sebagai air pencampur beton tidak bertulang. Air laut yang mengandung garam di atas 3 % tidak boleh digunakan untuk campuran beton.Untuk beton pra tekan, air laut tidak diperbolehkan karena akan mempercepat korosi pada tulangannya.



Syarat-syarat air dan pengaruhnya untuk campuran beton
Air yang digunakan untuk mencampur beton harus mempunyai syaratsyarat tertentu. Adapun syarat mutu air untuk adukan beton menurut BritishStandard (BS.3148-80) adalah sebagai berikut (Mulyono T, 2003) :
a. Garam-garam anorganik. Ion-ion yang terdapat dalam air adalah kalsium,magnesium, natrium, kalium, bikarbonat, sulfat, klorida dan nitrat. Gabungan ion-ion tersebut yang terdapat dalam air maksimum 2000mg/liter. Garamgaram ini akan menghambat waktu pengikatan pada beton sehingga kuat tekannya turun. Selain itu garam-garam ini membuat beton bersifat higroskopis, sehingga beton selalu basah, beton menjadi bercak putih, ditumbuhi lumut dan tulangan menjadi elektrolit dan berkarat.Konsentrasi garam-garam ini pada air pencampur beton maksimum 500 ppm.
b. NaCl dan Sulfat. Konsentrasi NaCl dalam air diijinkan maksimum 20000 ppm. Garam ini membuat beton bersifat higroskopis dan bila bereaksi dengan agregat yang mengandung alkaliakan membuat beton mengembang. Pengaruh garam sulfat terhadap beton adalah membuat beton tidak awet.
c. Air asam. Air yang mempunyai nilai asam tinggi (PH > 3,0) akan menyulitkan pekerjaan beton.
d. Air Basa. Air dengan kandungan Natrium Hidroksida kurang dari 0,5 % dari berat semen tidak mempengaruhi kekuatan beton. Sebaliknya NaOH lebih dari 0,5 % dari berat semen akan menurunkan kekuatan beton.
e. Air gula. Penambahan gula sebasar 0,25 % ke atas akan menyebabkan bertambahnya waktu ikat semen dan juga menurunkan kekuatan beton.
f. Minyak. Air yang mengandung minyak tanah lebih dari 2 % menyebabkan kekuatan beton turun sebesar 20 %.Oleh karena itu air yang tercemar oleh minyak sebaiknya tidak digunakan untuk campuran beton.
g. Rumput laut. Air yang tercampur dengan rumput laut mengakibatkan daya lekat semen berkurang dapat menimbulkan gelembung-gelembung udara pada beton. Akibatnya beton menjadi keropos dan akhirnya kekuatannya akanturun.
h. Zat-zat organik, lanau dan bahan-bahan terapung. Air yang banyak mengandung zat organik biasanya keruh, berbau dan mengandung butir-butir lumut. Air ini dapat mengganggu proses hidrasi semen, apalagi bila agregat yang digunakan banyak mengandung alkali. Ini akan menyebabkan beton mengembang yang akhirnya retak. Air yang mengandung lumpur halus kurang dari 2000 ppm bila akan digunakan untuk beton harus diendapkan terlebih dahulu agar lumpur tidak mengganggu proses hidrasi semen.
i. Air limbah. Air limbah biasanya mengandung senyawa organik sebanyak 400 ppm.Air ini dapat digunakan untuk campuran beton bila senyawa organic diencerkan/dinetralisir sampai air hanya mengandung senyawa organic sebesar maksimum 20 ppm.

2.4 ADMIXTURE
Admixture adalah bahan/material selain air, semen dan agregat yang ditambahkan ke dalam beton atau mortar sebelum atau selama pengadukan.Admixture digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik beton. Tujuan penggunaan admixture pada beton segar adalah :
o Memperbaiki workability beton
o Mengatur factor air semen pada beton segar.
o Mengurangi penggunaan semen
o Mencegah terjadinya segregasi dan bleeding
o Mengatur waktu pengikatan aduk beton
o Meningkatkan kekuatan beton keras.
o Meningkatkan sifat kedap air pada beton keras.
o Meningkatkan sifat tahan lama pada beton keras termasuk tahan terhadap zatzat kimia, tahan terhadap gesekan, dll.
Jenis-jenis admixture
Secara umum ada dua jenis bahan tambah yaitu bahan tambah yang berupa mineral (additive) dan bahan tambah kimiawi (chimical admixture).Bahan tambah admixture ditambahkan pada saat pengadukan atau pada saat pengecoran.Sedangkan bahan tambah additive ditambahkan pada saat pengadukan.Bahan tambah admixture biasanya dimaksudkan untuk mengubah perilaku beton pada saat pelaksanaan atau untuk meningkatkan kinerja beton pada saat pelaksanaan.Untuk bahan tambah additive lebih banyak bersifat penyemenan sehingga digunakan dengan tujuan perbaikan kinerja kekuatannya.Menurut ASTM C.494, admixture dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu :
1) Tipe A :Water Reducing Admixture (WRA)  Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pengaduk untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan menggunakan jenis bahan tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :
o Hanya menambah/meningkatkan workability. Dengan menambahkan WRA ke dalam beton maka dengan fas (kadar air dan semen) yang sama akan didapatkan beton dengan nilai slump yang lebih tinggi. Dengan slump yang lebih tinggi, maka beton segar akan lebih mudah dituang, diaduk dan dipadatkan. Karena jumlah semen dan air tidak dikurangi dan workability meningkat maka akan diperoleh kekuatan tekan beton keras yang lebih besar dibandingkan beton tanpa WRA.
o Menambah kekuatan tekan beton. Dengan mengurangi/memperkecil fas (jumlah air dikurangi, jumlah semen tetap) dan menambahkan WRA pada beton segar akan diperoleh beton dengan kekuatan yang lebih tinggi. Dari beberapa hasil penelitian ternyata dengan fas yang lebih rendah tetapi workability tinggi maka kuat tekan beton meningkat.
o Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan mengurangi jumlah semen serta air, maka akan diperoleh beton yang memiliki workability sama dengan beton tanpa WRA dan kekuatan tekannya juga sama dengan beton tanpa WRA. Dengan demikian beton lebih ekonomis karena dengan kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah semen yang lebih sedikit.
2) Tipe B : Retarding Admixture Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu pengikatan beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas, memperpanjang waktu untuk pemadatan, pengangkutan dan pengecoran.
3) Tipe C : Accelerating AdmixturesJenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk memperpendek waktu pengikatan semen sehingga mempecepat pencapaian kekuatan beton. Yang termasuk jenis accelerator adalah : kalsium klorida, bromide, karbonat dan silikat. Pda daerah-daerah yang menyebabkan korosi tinggi tidak dianjurkan menggunakan accelerator jenis kalsium klorida.Dosis maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah sebesar 2 % dari berat semen.
4) Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan jumlah airpengaduk beton, maka berat admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total pada beton.
5) Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi).
6) Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12 % atau lebih. Dengan menmbahkan bahan ini ke dalam beton, diinginkan untuk mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan jumlah air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga lebih tinggi.Bahan tambah jenis ini berupa superplasticizer. Yang termasuk jenis superplasticizer adalah : kondensi sulfonat melamine formaldehyde dengan kandungan klorida sebesar 0,005 %, sulfonat nafthalin formaldehyde, modifikasi lignosulphonat tanpa kandungan klorida. Jenis bahan ini dapat mengurangi jumlah air pada campuran beton dan meningkatkan slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan adalah 1 % - 2 % dari berat semen.
7) Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding admixtures Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan ini merupakan gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton.Digunakan apabila pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja.
Jenis-jenis bahan tambah mineral (Additive)
Jenis bahan tambah mineral (additive) yang ditambahkan pada beton dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja kuat tekan beton dan lebih bersifat penyemenan.Beton yang kekuarangan butiran halus dalam agregat menjadi tidak kohesif dan mudah bleeding.Untuk mengatasi kondisi ini biasanya ditambahkan bahan tambah additive yang berbentuk butiran padat yang halus. Penambahan additive biasanya dilakukan pada beton kurus, dimana betonnya kekurangan agregat halus dan beton dengan kadar semen yang biasa tetapi perlu dipompa pada jarak yang jauh. Yang termasuk jenis additive adalah : puzzollan, fly ash, slag dansilica fume.
Pemakaian admixture dalam beton
Admixture atau bahan tambah untuk beton digunakan dengan tujuan untukmemperbaiki atau menambah sifat beton tersebut menjadi lebih baik.Jadi sifatnya hanya sebagai bahan penolong saja.Jadi admixture sendiri bukan zat yang dapat membuat beton yang buruk menjadi baik.Ada beberapa pertimbangan di dalam pemakaian admixture pada beton, yaitu (Samekto W, et.al, 2001):
o Jangan menggunakan admixture bila tidak tahu tujuannya.
o Admixture tidak akan membuat beton buruk menjadi beton baik















BAB 3
PEMBAHASAN
3.1       Pengujian Kadar Air Agregat
3.1.1 Peralatan
·                Cawan
·                Oven pengering
·                Timbangan manual
3.1.2 Bahan
·                Pasir
·                Batu pecah
3.1.3 Langkah Kerja
1.             Menimbang berat cawan
2.             Memasukkan agregat kasar atau agregat halus kedalam cawan, kemudian timbang beratnya
3.             Hitung berat agregatnya
4.             Masukan agregat tersebut kedalam oven pengering untuk dikeringkan dengan suhu 110°c selama kurang lebih 18-24 jam
5.             Setelah itu timbang berat cawan dan agregat setelah dikering oven
6.             Kemudian timbang berat kering ovennya.
3.1.4 Perhitungan

(W3 = W2-W1)
(W5 = W4-W1)
W1 = berat cawan                             W4 = berat cawan+benda uji kering oven
W2 = berat cawan+benda uji            W5 = berat benda uji kering oven
W3 = berat benda uji
3.2     Berat Jenis Dan Penyerapan agregat
3.2.1 Peralatan
·                Piknometer / gelas ukur
·                Kerucut terpancung
·                Timbangan digital
·                Besi penmbuk
·                Cawan
·                Desikator
·                Hot plate
3.2.2 Bahan
·                Pasir SSD
·                Batu pecah SSD
3.2.3 Langkah Kerja
Agregat kasar:
1.             Merendam agregat didalam talam dengan air dengan suhu kamar selama kurang lebih 24 jam
2.             Mengeluarkan agregat dari air, kemudia di lap dengan kain penyerap
3.             Menimbang agregat yang telah di lap permukaan sebanyak kurang lebih 500 gr
4.             Masukkan agregat yang telah ditimbang kedalam gelas ukur
5.             Masukkan air kedalam gelas tersebut sampai pada tanda batas
6.             Kemudian menimbang berat gelas ukur yang telah berisi agregat dan air
7.             Setelah ditimbang, keluarkan agregat dan air dari gelas ukur sampai bersih
8.             Kemudian isi lagi gelas ukur dengan air sampai tanda batas,lalu timbang beratnya
Agregat halus:
1.             Agregat yang digunakan adalah agregat yang telah dikering oven terlebih dahulu sehingga dalam keadaan SSD sebanyak 500 gr
2.             Kemudian masukkan agregat kedalam piknometer
3.             Isi piknometer tersebut dengan air bersih sebanyak kurang lebih 90% dahulu
4.             Putar sambil diguncang piknometer agar tidak ada gelembung udara didalamnya
5.             Setelah udara benar-benar tidak ada tambahkan air sampai tanda batas
6.             Timbang piknometer yang berisi agregat dan air tersebut
7.             Keluarkan agregat dan air dari dalam piknometer sampai bersih
8.             Isi kembali piknometer dengan air sampai tanda batas kemudian timbang beratnya
3.2.4 Perhitungan
Berat jenis bulk/ov:
Berat jenis SSD:
Berat jenis app:
Penyerapan:
x100%
Bj= berat benda uji jenuh permukaan kering
B1 = berat bejana+benda uji+air
B2 = berat benda uji kering oven
B3 = berat bejana berisi air
SSD = berat benda uji jenuh permukaan kering


3.3       Berat Isi
3.3.1 Peralatan
·                Timbangan manual
·                Talam ukuran sedang
·                Tongkat pemadat
·                Mistar perata
·                Mould
3.3.2 Bahan
·                Air
·                Batu pecah
·                Pasir
3.3.3 Langkah Kerja
Berat isi lepas
1.              Timbang berat mould atau cetakan
2.              Masukkan agregat kedalam mould atau cetakan sampai penuh
3.              Ratakan permukaan dengan perata
4.              Timbang berat agregat beserta mould
5.              Hitung berat agregatnya
Berat isi padat
1.             timbang berat kosong mould atau cetakan
2.             isi mould dengan agregat dalam 3 lapis sampai penuh.setiap lapis ditumbuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tumbukan
3.             ratakan permukaan dengan mistar perata
4.             timbang berat mould dan agregatnya
5.             hitung berat agregatnya
3.3.4 Perhitungan
berat isi: (kg/dm3)
(W3 = W2-W1)
(V = W4-W1)
W1 = berat mould
W2 = berat mould+ benda uji
W3= berat benda uji
W4 = berat mould+ air
V= berat air/ isi mould

















3.4       Analisa Ayak
3.4.1 Peralatan
·                timbangan
·                ayakan
·                kwas
·                mesin penggetar ayakan
3.4.2 Bahan
·                batu pecah
·                pasir
3.4.3 Langkah Kerja
analisa ayakan agregat halus
1.             timbang agregat yang telah dikering oven sebanyak 500 gr
2.             saring agregat tersebut menggunakan saringan no.4 sampai saringan no. 200
3.             guncang saringan dengan tangan(cara manual) selama kurang lebih 15 menit
4.             timbang berat masing-masing agregat yang tertahan disetiap saringan
5.             hitung persentase agregat yang tertahan di masing-masing ayakan
analisa ayakan agregat kasar
1.             ambil agregat seperlunya(tanpa ditimbang)
2.             ayak agregat tersebut menggunakan ayakan 1 ¼ inch sampai saringan no. 4
3.             timbang berat agregat yang tertahan di masing-masing saringan
4.             hitung persentase beratnya
3.4.4 Perhitungan




3.5       Perancangan Beton
3.5.1 Peralatan
3.5.2 Bahan
3.5.3 Langkah Kerja
1.             menetapkan kuat tekan yang disyaratkan(28 hari)
2.             memperkirakan besarnya standar deviasi
3.             menghitung nilai tambahan (margin)
4.             menghitung kuat tekan rata-rata
5.             kemudian menentukan jenis atau type semen
6.             menentukan jenis agregat (alami atau pecahan)
7.             menetapkan factor air semen (FAS) bebas
8.             menetapkan factor air semen maksimum
9.             menetapkan nilai slump
10.         menentukan kadar air bebas
11.         menghitung berat semen yang diperlukan
12.         jumlah semen maksimum
13.         jumlah semen minimum
14.         menghitung perbandingan % agregat halus dan agregat kasar
15.         menghitung berat jenis agregat gabungan
16.         menentukan berat volume beton segar
17.         menghitung berat agregat gabungan SSD
18.         menghitung berat agregat halus
19.         menghitung berat agregat kasar
20.         menentukan komposisi berat unsur adukan per m3 beton

3.5.4 Perhitungan



3.6       Slump Beton
3.6.1 Peralatan
·                talam dengan ukuran besar untuk mengaduk campuran beton
·                sendok spesi
·                sekop
·                tongkat pemadat
·                mistar ukur
·                kerucut Abraham
3.6.2 Bahan
·                campuran untuk beton (air,semen,pasir,batu) yang telah dihitung
3.6.3 Langkah Kerja
1.             siapkan campuran beton,kemudian diaduk
2.             basahi kerucut Abraham dan pelat tempat meletakkan kerucut Abraham dengan kain basah
3.             isi kerucut Abraham dengan campuran beton dalam 3 lapis,setiap lapis ditumbuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tumbukan
4.             ratakan permukaan dengan tongkat pemadat sampai rata
5.             bersihkan sisa-sisa campuran beton yang jatuh disekitar cetakan
6.             angkat perlahan cetakan keatas,kemudian balikkan cetakan dan letakkan disamping campuran betonnya
7.             ukur slump yang terjadi pada ketinggian rendah,sedang dan tinggi kemudian hitung rata-ratanya.
3.6.4 Perhitungan




3.7       Berat Isi Beton
3.7.1 Peralatan
·                timbangan
·                tongkat pemadat
·                sendok spesi
·                cetakan silinder
·                ember
·                palu
3.7.2 Bahan
·                campuran untuk beton (air,semen,pasir,batu) yang telah dihitung
3.7.3 Langkah Kerja
1.             masukkan semua campuran beton tersebut kedalam ember dalam 3 lapis.setiap lapis ditusuk dengan tngkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan kemudian timbang berat ember+campuarn beton
2.             setelah ditmbang tuang lagi campuran beton tersebut kedalam talam besar
3.             kemudian isi campuran beton tersebut kedalam cetakan silinder dalam 3 lapis.setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan
4.             pukul cetakan dengan palu agar campuran beton dapat terisi dengan baik pada silindernya
5.             setelah cetakan penuh ratakan permukaannya dengan sendok spesi
6.             simpan cetakan dan tutup permukaanya dengan kertas agar air semen tidak banyak keluar

3.7.4 Perhitungan
berat isi beton:
D=
W1= berat ember
W2 = berat ember+benda uji
W3 = berat ember+air
V = berat air / isi ember = (W3-W1)
W = berat benda uji = (W2-W1)
diketahui :
W1 = 0,7 kg ; W2 = 53,8 kg ; W3 = 23 kg
W = W2-W1 = 53,8 kg – 0,7 kg = 53,1 kg
V = W3-W1 = 23 kg – 0,7 kg = 22,3 kg (22,3 liter)
D = W / V = 53,1 kg / 22,3 liter = 2,38 kg/L














3.8       Kuat Tekan Beton
3.8.1 Peralatan
·                timbangan
·                mesin tekan
3.8.2 Bahan
·                cetakan beton yang telah direndam
3.8.3 Langkah Kerja
1.             mengambil benda uji yang telah direndam, kemudian lap permukaannya
2.             timbang berat benda uji tersebut
3.             kemudian letak benda uji pada mesin tekan secara sentris
4.             nyalakan mesin tekan
5.             lakukan pembebanan sampai benda uji tersebut hancur
6.             catat pembacaan beban maksimum selama pemeriksaan benda uji
7.             keluarkan benda uji dari mesin tekan, dan gambarkan bentuk pecahan atau retakan pada benda uji tersebut
3.8.4 Perhitungan
kuat tekan:
P = beban maksimum
A = luas penampang
No. benda uji
Perbandingan campuran
Slump (cm)
Berat (kg)
Diameter (cm)
Tinggi (cm)
Luas penampang (cm2)
Berat isi (kg/cm3)
Umur (hari)
Beban max (kg)
Kekuatan tekan (kg/cm2)
1
1 : 2 : 4
108,33
12,4
15
30
176,71
2,38
3
37109,1
210
2
1 : 2 : 4
108,33
13
15
30
176,71
2,38
3
31807,8
180
3
1 : 2 : 4
108,33
12,5
15
30
176,71
2,38
3
31807,8
180
4
1 : 2 : 4
108,33
13
15
30
176,71
2,38
3
35342,0
200

3.9       Pengujian Keausan
3.9.1 Peralatan
·                mesin abrasi LOS ANGELES
·                bola baja
·                talam
·                saringan no.12
·                pan
3.9.2 Bahan
·                agregat kasar yang tertahan saringan no.19 dan no.25 masing-masing sebanyak 5000 gr
3.9.3 Langkah Kerja
1.             saring atau ayak agregat kasar
2.             pilih agregat yang tertahan pada saringan no.19 dan saringan no.25
3.             timbang masing-masing sebanyak 5000 gr
4.             buka tutup drum kemudian masukkan agregat tersebut kedalam mesin abrasi beserta bola baja sebanyak 12 buah
5.             tutup kembali drum tersebut,hidupkan mesin abrasi tersebut
6.             atur putaran mesin sebanyak 1000 kali putaran
7.             tekan tombol start sehingga drum tersebut berputar
8.             setelah mesin berhenti berputar, pasang talang dibawah drum
9.             keluarkan agregat dan bola baja dari drum yang telah di uji abrasinya, dengan cara menekan tombol inching sehingga agregat dan bola baja tertampung didalam talam dibawahnya
10.         saring agregat dengan saringan no.12 kemudian ditimbang beratnya
3.9.4 Perhitungan
keausan:
a = berat benda uji semula
b = berat benda uji tertahan saringan no.12
diketahui :
a = 10000 gr ; b = 6751 gr
 = = 32,49 %



















3.10     Hammer Test
3.10.1 Peralatan
·                alat hammer test
·                anvil
·                kwas dan kain lap
3.10.2 Bahan
·                benda uji betin keras (kolom, balok, tangga, lantai)
3.10.3 Langkah Kerja
1.             menentukan daerah untuk di uji
2.             bersihkan bagian permukaan yang ingin diuji
3.             posisikan alat hammer test pada titik yang ditentukan dalam radius 15 cm
4.             tekan alat untuk mengembalikan angka ke nol
5.             kemudian tekan lagi sampai berbunyi “klik” lalu tahan tombol sambil melepas alat hammer test dari benda uji
6.             baca angka yang ditunjuk jarum pada bagian alatnya
7.             lakukan cara tersebut untuk titik yang lainnya sebanayak 10 titik dalam radius 15 cm
8.             lakukan pengujian pada benda uji di 3 bagian, yaitu atas, tengah dan bawah
9.             hitung rata-ratanya
3.10.4 Perhitungan
                                                                  
No. titik sampel
Nilai titik

Rata-rata
R
Rata-rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
kolom
33
35
30
28
27
26
30
30
30
38
30,7
31
29
34
32
31
27
35
31
30
34
30
31,3
lantai
22
19
17
19
17
18
20
20
17
20
18,9
16,4
15
14
15
12
10
15
15
15
12
14
13,7
15
16
15
21
21
16
17
15
16
14
16,6
balok
22
26
29
29
22
25
24
30
15
20
24,2
25,73
26
26
22
24
22
30
30
32
19
13
24,4
35
32
27
27
27
26
28
30
25
29
28,6
tangga
44
43
40
47
47
42
47
46
44
40
44
42,2
40
38
44
38
47
44
42
42
43
44
42,2
40
43
41
41
41
40
40
38
40
40
40,4



















BAB 4
PENUTUP
4.1              Simpulan
Dari hasil kerja praktek uji bahan, kita dapat mengetahui bahan-bahan untuk campuran beton yang menjadikan beton menjadi kualitas yang baik.bukan hanya campurannya saja yang bisa menentukan betonnya menjadi baik tapi cara pengerjaan beton dan perawatan beton juga sangat berpengaruh terhadap mutu beton tersebut.kita juga bsa menghitung kebutuhan bahan yang akan digunakan sesuai yang direncanakan.
4.2              Saran
sebaiknya dalam merencanakan beton harus dihitung dan diperkirakan dengan sematang-matangnya agar memiliki mutu yang baik, ekonomis, kuat, dan tahan lama.













LAMPIRAN FOTO
menimbang dengan timbangan manual           menimbang dengan timbangan digital
                     piknometer                                              benda uji dikering oven

                                    pengambilan benda uji dengan talam






mengisi gelas ukur dengan air untuk ditimbang                     uji SSD pasir






menimbang berat mould + batu                      mengisi mould dengan pasir untuk uji berat isi agregat







peoses mengayak                                proses menimbang agregat yang tertahan di saringan

oven pengering                                                                        cetakan silinder
bola baja                                                                      mesin LOS ANGELES







melepas benda uji dari cetakan                                   merendam benda uji









uji hammer test pada kolom                            uji hammer test pada lantai







uji hammer test pada balok                                         uji hammer test pada tangga













Tidak ada komentar:

Posting Komentar